Memasuki arena olahraga daya tahan, baik itu maraton, triathlon, atau balap sepeda jarak jauh, menuntut strategi nutrisi yang sama cerdasnya dengan program latihannya. Diet Endurance yang sukses adalah yang mampu memaksimalkan cadangan energi tubuh agar terhindar dari bonking—kelelahan ekstrem akibat habisnya glikogen. Inti dari strategi ini adalah penguasaan carb loading yang benar, sekaligus memisahkan fakta dari mitos yang beredar, terutama mengenai peran lemak. Diet Endurance yang efisien memastikan otot memiliki bahan bakar yang cukup untuk mempertahankan performa puncak selama berjam-jam.


Mengurai Carb Loading yang Efektif

Carb loading adalah proses manipulasi diet yang dirancang untuk memaksimalkan penyimpanan glikogen (bentuk simpanan karbohidrat) di otot dan hati. Glikogen adalah sumber energi utama tubuh saat beraktivitas intensitas tinggi. Banyak atlet pemula salah mengira carb loading sebagai alasan untuk makan porsi besar junk food pada malam sebelum perlombaan. Padahal, Diet Endurance yang efektif membutuhkan perencanaan yang matang, biasanya dimulai 48 hingga 72 jam sebelum race.

Menurut panduan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui divisi gizi atlet pada Jumat, 10 Januari 2025, atlet endurance disarankan meningkatkan asupan karbohidrat mereka menjadi 8 hingga 12 gram per kilogram berat badan per hari, sambil secara bersamaan mengurangi intensitas latihan (tapering). Pilihan karbohidrat haruslah yang mudah dicerna dan rendah serat, seperti nasi putih, pasta, kentang, dan pisang matang, untuk menghindari masalah pencernaan selama perlombaan. Tujuannya adalah memastikan cadangan glikogen mencapai 1.500 hingga 2.000 kalori, jauh lebih tinggi dari kondisi normal, yang menjadi penentu utama daya tahan.

Mitos Lemak dan Keto Diet dalam Endurance

Beberapa tahun terakhir, tren keto diet dan fat adaptation telah menjadi perdebatan dalam Diet Endurance. Mitosnya adalah bahwa melatih tubuh untuk membakar lemak lebih efisien dapat menggantikan kebutuhan karbohidrat. Secara teori, lemak adalah sumber energi yang hampir tak terbatas dalam tubuh. Namun, masalahnya terletak pada intensitas.

Sementara tubuh memang membakar lemak secara efisien pada intensitas rendah (Zona 2 detak jantung), transisi ke intensitas tinggi—yang pasti terjadi saat balapan atau mendaki tanjakan—mengharuskan tubuh beralih ke karbohidrat. Lari di atas ambang laktat membutuhkan power dan kecepatan yang hanya dapat disuplai oleh glikogen. Sebuah studi yang dipublikasikan di Jurnal Fisiologi Olahraga Asia pada Sabtu, 14 Februari 2025, menyimpulkan bahwa atlet yang mempraktikkan diet sangat rendah karbohidrat (keto) menunjukkan performa yang secara signifikan lebih buruk dalam event yang membutuhkan kecepatan (misalnya, segmen terakhir maraton) dibandingkan atlet dengan Diet Endurance tinggi karbohidrat. Lemak adalah sumber energi yang lambat dan memerlukan lebih banyak oksigen untuk dimetabolisme.

Disiplin Diet dan Kemandirian Finansial

Disiplin yang diterapkan dalam menjalankan Diet Endurance memiliki korelasi yang kuat dengan Kemandirian Finansial. Sama seperti Anda harus secara ketat mengalokasikan asupan kalori yang tepat pada waktu yang tepat untuk menghindari bonking, mencapai Kemandirian Finansial juga menuntut alokasi sumber daya (uang) yang disiplin. Anda harus menahan diri dari “pengeluaran berlebih” (karbohidrat sederhana yang tidak bermanfaat) dan fokus pada investasi yang membangun fondasi jangka panjang (glikogen finansial, seperti tabungan dan investasi). Hanya dengan disiplin Diet Endurance yang terencana, yang menghindari mitos dan fokus pada fakta ilmiah, performa fisik dan stabilitas finansial dapat dicapai.

Kategori: Olahraga